Budaya Hiburan Ulasan

Mari Bahas Budaya Jepang dalam Drama Televisi Gakkou no Sensei

Tegar Rifqiaulian
October 28, 2024
0 Comments
Home
Budaya
Hiburan
Ulasan
Mari Bahas Budaya Jepang dalam Drama Televisi Gakkou no Sensei
Gakkou no Sensei
Gakkou no Sensei (Ameblo.jp/megastar311)


Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal); diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah kultur yang berasal dari bahasa Latin yaitu cultura. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Budaya Jepang menghadirkan tradisi yang begitu beragam. Ada unsur keunikan yang begitu lestari dan menarik. Budaya tradisional Jepang merupakan hasil sejarah selama berabad-abad. Negara ini membentuk budayanya sendiri sambil mengadopsi budaya dari negara-negara tetangga sejak masa kuno. Seperti tampak pada karakter Kanji yang asalnya dari China dan juga agama Buddha. 

Pada periode Heian, budaya tradisional umumnya dibentuk oleh para bangsawan. Pada masa abad pertengahan ini, masyarakat yang dipimpin oleh kalangan shogun atau bakufu (orang Indonesia mengenalnya dengan sebutan para samurai), pun terbentuk. Banyak dari budaya tradisional Jepang yang saat ini begitu dikenal, seperti upacara minum teh atau gaya arsitektur shoin, diciptakan pada masa kejayaan samurai ini. 

Setelah periode Sengoku (masa peperangan), pemerintahan yang lebih stabil pun lahir, periode ini disebut zaman Edo. Ini merupakan era damai yang berlangsung cukup lama. Era ini juga dikenal sebagai masa-masa Jepang terisolasi dari negara-negara lain dan pengaruh budaya asing. Pada periode ini pula, budaya untuk rakyat jelata mulai berkembang, seperti pentas teater kabuki dan bentuk seni Ukiyo.

Pada akhirnya, kejayaan Shogun Edo pun runtuh. Berikutnya adalah pemerintahan Meiji yang lebih mengadopsi sistem modern. Modernisasi masyarakat Jepang yang begitu cepat terjadi karena secara aktif menggabungkan budaya dan institusi Barat ke masyarakat Jepang, sebuah hal yang asing sebelumnya bagi Jepang. Budaya yang glamor pun berkembang. Namun kekuatan militer secara bertahap mulai muncul dan berujung pada beberapa tragedi perang termasuk Perang Dunia II. 

Jepang yang kalah dalam perang, mengalami kehancuran pada masa itu. Hanya saja, Jepang mampu bangkit dan pulih dari keterpurukan dengan adanya industrialisasi yang berkembang cepat. Kemudian muncul kekuatan industri pembangkit tenaga listrik, pabrik otomotif, dan peralatan rumah tangga. Sektor industri yang kini begitu identik dengan Jepang. 

Dengan hal-hal ini, perkembangan ekonomi Jepang yang begitu cepat. Pada masa-masa ini pula, budaya kuliner tercipta. Begitu pula budaya pop seperti animasi, manga, dan karaoke, pun terlahir. Semuanya menjadi begitu populer di seluruh dunia.

Gakkou no Sensei

Gakkou no Sensei (ガッコの先生) adalah drama televisi Jepang yang ditayangkan pada slot "Toshiba Sunday Theater" TBS Network, setiap minggu pukul 21.00 - 21.54 dari 7 Oktober sampai 12 Desember 2001. Pemeran utamanya Tsuyoshi Domoto. Rata-rata rating penonton adalah 14,4%.

Drama ini bercerita tentang Sentaro Sakuragi (Tsuyoshi Domoto) pindah ke Tokyo dari Osaka. Dia sekarang bekerja sebagai guru sekolah dasar pengganti, menggantikan guru lain yang sedang cuti hamil. Sentaro berharap dapat mengubah kelasnya menjadi kelas terbaik di seluruh Jepang. Sementara itu, Sentaro tinggal di kedai ramen milik Choichiro Asakura (Chosuke Ikariya). Choichiro adalah orang yang konservatif tetapi baik hati. Suatu hari putri kedua Choichiro, Motoko (Yuko Takeuchi) naik kereta bawah tanah dan memperhatikan seorang siswi SMA yang kasar. Gadis itu duduk di dekat wanita hamil dan tidak menawarkan untuk memberikan tempat duduknya padanya. Motoko kemudian meminta siswi itu untuk memberikan tempat duduknya kepada wanita hamil.

Karakter/tokoh dalam drama ini adalah:

  • Sentaro Sakuragi〈23〉: Guru sekolah dasar baru dari Osaka Percaya bahwa "pendidikan adalah gairah", karena antusias dan tanpa berpikir. Pindah ke Tokyo sebagai guru pengganti cuti hamil, dan tinggal di keluarga Asakura yang menjalankan toko ramen "Goku". Dia terancam mengundurkan diri karena dia memberi tamparan kepada Mizuno dalam kasus yang melibatkan Onodera, yang akan dijelaskan nanti. Di episode terakhir dia bersumpah untuk menjadi guru yang baik dan kembali ke Osaka dengan bus, dan dalam perjalanan dia diantar oleh siswa kelas 5-3 dan pergi dengan air mata.
  • Motoko Asakura〈23〉: Rekan guru Sentaro. Seorang realis. Dia kuat dan selalu bertengkar dengan Sentaro, tapi dia peduli dengan Sentaro.
  • Choichiro Asakura: Pemilik toko ramen "Goku" dan ayah Motoko. Orang yang keras kepala, tetapi orang yang memiliki pemahaman baik tentang Sentaro.
  • Atsushi Onodera〈30〉: Guru senior. Tidak pernah menang dari ibunya Michiko. Oleh karena itu, dianggap sebagai mother complex oleh sekitar. Ibunya dan Sentaro menyebutnya Akkun.
  • Mariko Nishio〈28〉: Rekan Sentaro, Motoko, dan Onodera.
  • Michiko Onodera〈55〉: Ibu Atsushi. Datang ke sekolah untuk melihat sosok Atsushi yang sedang mengajar dengan perlindungan berlebihan.
  • Ayako Asakura〈28〉: Putri tertua dari keluarga Asakura dan kakak Motoko. Memiliki anak dan bercerai sekali. Hubungannya dengan ayahnya tetap canggung karena dia meninggalkan rumah seolah-olah dia kabur.
  • Yuji Asakura: Putra Ayako. Dia suka Kamen Rider dan sering bermain pura-pura. Dia meninggalkan Sentaro dan kakeknya Choichiro dengan kepribadiannya yang nakal.

Budaya Jepang dalam Gakkou no Sensei

Drama “Gakkou no Sensei” kaya akan budaya Jepang di dalamnya, berikut adalah penjabaran analisis budaya Jepang dalam Gakkou no Sensei:

Budaya yang paling mencolok dalam drama ini adalah penggunaan dialek Kansai oleh karakter utama, Sentaro Sakuragi. Dengan cara bicaranya yang khas dan latar belakang tokoh utama yang berasal dari Osaka, mudah sekali untuk mengetahui dialek apa yang digunakan. Terlebih lagi, hal itu diberitahukan oleh karakter lain selama drama berlangsung. Berikut ini beberapa potongan percakapan yang menggunakan dialek kansei:

「すげーやねなー、富士山。」 “Luar biasa ya, Gunung Fuji.” (Eps 1)

「で、なんでやねん。」 “Jadi, kenapa?” (Eps 3)

「そうや、アックン。」 “Oh iya, Akkun.” (Eps 3)

Bahasa sopan juga digunakan dalam drama ini, terutama ketika melakukan percakapan kepada yang lebih tua. Berikut adalah contoh percakapan yang menggunakan bahasa sopan:

「わたくし、たてのくんの担任の桜木と言いますけれども…」

「あら、先生、わざわざ来てくださってあたしが、はい、さあ、どうぞ…」

“Saya, wali kelas Tateno-kun, panggil saya Sakuragi…”

“Eh, Pak Guru, repot-repot datang kemari untukku, iya, kalau begitu, silahkan…” (Eps 3)

Dalam drama ini, terdapat karakter yang biasa menggunakan permainan kata dalam leluconnya. Berikut adalah beberapa contoh dialognya:

「もっとドライにトライね。」 “Coba lebih kering lagi.” (Eps 1)

「校長先生、成功超!」 “Pak kepala sekolah, sukses besar!” (Eps 1)

Kereta menjadi salah satu transportasi yang sering di gunakan di Jepang. Oleh karena itu, Jepang memiliki budaya tersendiri di dalam kereta, seperti tidak menggunakan ponsel di dalam kereta, mempersilahkan orang yang sedang hamil duduk, selain itu tidak mengambil jatah tempat duduk dengan sesuka hati. Dalam drama tersebut, diperlihatkan adegan di mana Kasuragi memarahi gadis remaja yang tidak mengikuti budaya di dalam kereta.

Sebenarnya, membuat keributan juga merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan karena dapat mengganggu orang di sekitarnya. Oleh karena itu, di episode 2 Sakuragi hampir ditangkap polisi karena berselisih dengan seseorang di kereta.

Dikutip dari IDN Times, berikut adalah budaya umum di kereta di Jepang: tidak boleh berbicara, menghormati orang difabel, harus berada di jalur yang telah ditentukan, aturan saat berada di escalator, dan aturan dalam menyeberang jalan.

Pada episode 1 diperlihatkan, ketika ingin bertanya kepada orang yang ditemui di jalan, didahului dengan 「ちょっとすみません。」 (“Permisi sebentar”). Lalu, biasanya orang Jepang saling tegur sapa di jalan dengan orang yang dikenal.

Dalam drama, terlihat Motoko berjalan dengan agak tergesa-gesa. Alasannya adalah sebagai berikut, seperti yang dikutip dari bobo.grid.id: orang Jepang menghargai waktu, selalu punya kesibukan, tidak mau ketinggalan kereta, dan untuk menghangatkan diri.

Di Jepang, ketika pindahan ke suatu tempat atau akan merepotkan pemilik rumah, biasanya memberikan buah tangan. Buah tangan yang diberi tidak ditentukan, namun biasanya barang, makanan, atau buah-buahan. Selain itu, tidak boleh sembarangan ke kamar orang lain, terutama jika dengan lawan jenis.

Jepang tentunya memiliki budaya dalam makan, beberapa diantaranya adalah: tidak membuang putung rokok dalam wadah makanan di mana dia selesai makan dan menuangkan alkohol untuk orang lain. Selain itu, ditampilkan juga posisi sumpit dan sendok setelah selesai makan. Terkadang juga terdapat tempat khusus untuk menaruh sumpit.

Lalu, ada juga budaya nomikai, yaitu pesta minum bersama rekan-rekan, biasanya rekan-rekan di kantor dan dilakukan di tempat makan yang bisa saling berhadapan. Lalu, mereka akan saling menuangkan alcohol untuk orang lain sambil menikmati makanan yang ada. Nomikai biasanya juga diadakan di malam hari.

Dikutip dari IDN Times dan we-xpats.com, budaya makan orang Jepang atau di restoran Jepang adalah sebagai berikut:

  1. Duduk di atas bantal. Saat formal, pria dan wanita duduk berlutut. Saat santai, pria duduk bersila dan wanita duduk dengan dua kaki di satu sisi.
  2. Biasanya restoran menyediakan handuk panas yang dikukus (oshibori) untuk membersihkan tangan.
  3. Menggunakan sumpit sesuai aturan, seperti tidak meninggalkannya dalam keadaan vertikal di mangkuk makan.
  4. Idealnya, makanan harus dimakan dalam satu gigitan. Jangan menggigit makanan menjadi potongan-potongan kecil, apalagi saat makan sushi.
  5. Jika ingin meminum kuah sup, lakukan dengan menyeruput. Hal ini dipandang baik karena dipercaya bisa meningkatkan rasa makanan.
  6. Jangan sekali-kali mencampur wasabi ke dalam mangkuk kecap. Hal ini dianggap sebuah penghinaan kepada sang koki.
  7. Mengucap syukur sebelum dan sesudah makan. Itadakimasu diucapkan sebelum makan dan gochisosama deshita setelah makan.
  8. Selalu habiskan makanan yang sudah kamu pesan. Jika membuang makanan, secara tak langsung kamu menghina si juru masak.
  9. Tak boleh lupa membereskan dan merapikan piring-piring kotor. Selain membantu pelayan, hal ini menumbuhkan kesadaran diri.
  10. Orang yang mengajak makanlah yang akan membayar semua tagihan nantinya.
  11. Saling menuangkan sake ke gelas orang lain dan tunggu hingga semua gelas terisi. Kalau sudah, semua orang akan menyentuhkan gelas bersama-sama sambil menyerukan “kanpai!” yang artinya “bersulang!”.

Meskipun Jepang terkenal dengan budaya makan tersendiri, namun ketika di restoran barat, biasanya orang Jepang menggunakan budaya makan orang barat.

Dalam budaya sekolah di Jepang, terdapat upacara yang diadakan pada saat-saat tertentu, seperti masuk sekolah pertama kali. Dalam drama tersebut, sepertinya merupakan upacara awal musim gugur dan lebih berfokus pada pengenalan wali kelas baru Sakuragi.

Selain itu, dalam episode 1 drama tersebut juga diketahui bahwa kelas di Jepang juga biasa melakukan pertukaran tempat duduk. Meskipun tidak dijelaskan bagaimana mekanisme dan waktu mereka bertukar tempat duduk. Namun, jika dilihat episode-episode setelahnya, akan sadar tempat duduk peserta didik berbeda dari sebelumnya.

Terdapat budaya yang bernama makan siang bersama dan piket bersama. Ketika makan siang bersama, meja dan kursi diatur sedemikian rupa saling berhadapan. Lalu, ada perwakilan kelas yang memimpin makan siang tersebut. Ketika berangkat atau pulang, para pelajar biasanya menyapa gurunya ketika bertemu di jalan.

Lalu, terdapat juga budaya mengukur dan menimbang para pelajar untuk mengetahui perkembangan fisik mereka.

Menurut Ilmupedia, berikut adalah budaya sekolah di Jepang: tidak ada ujian di tiga tahun pertama, siswa membersihkan kelas, murid-murid makan makanan yang sama, sekolah negeri mengajarkan seni tradisional, dan murid di Jepang menggunakan seragam yang unik.

Di Jepang, ketika ada guru baru atau pelajar baru, perkenalan dilakukan di depan kelas dengan menuliskan nama mereka di papan tulis, hal itu dimaksudkan agar orang lain mengenali kanji dari nama mereka dengan benar sekaligus melatih kemampuan berbicara di depan umum. Guru baru biasanya juga memperkenalkan diri ketika upacara.

Selain itu, ada beberapa poin dalam perkenalan menggunakan bahasa Jepang seperti yang tertera dalam dialog Sakuragi berikut ini.

「わたくしはるばる大阪からやってまいりました、桜木仙太郎と申します。…」

「…一所懸命頑張りますんね。よろしくお願いいたー。」

“Saya jauh-jauh datang dari Osaka, Sentaro Sakuragi…”

“…Saya akan berusaha dengan sungguh-sungguh. Mohon bantuan-.” (Eps 1)

Di Jepang, biasanya mereka akan mengatakan 「もしもし」 setelah mengangkat telepon sebagai respon sekaligus salam saat bertelepon. Bila itu adalah panggilan dari pelanggan, biasanya setelah mengangkat akan menyebutkan nama bisnisnya.

Di Jepang, untuk restoran tradisional biasanya menggunakan peralatan pengiriman makanan yang unik dan digunakan secara umum oleh para pemilik restoran tradisional. Dalam drama ditunjukkan dengan tempat untuk membawa ramen yang bisa diangkat dengan tangan serta sepeda khusus untuk mengantar ramen.

Pengiriman makanan pada masa lalu di Jepang disebut demae, yang berarti “pergi di depan”. Sebelum ada telepon seluler, aplikasi, dan pemesan online, pengirim menggunakan teknik khusus untuk menumpuk makanan menjadi menara di pundak mereka. Lalu mereka naik sepeda untuk mengantar makanan ke tempat-tempat pelanggan. Teknik demae diperkirakan berasal dari pertengahan periode Edo di tahun 1700-an. Teknik ini banyak digunakan oleh daimyo, bangsawan feodal yang akan mengirim pelayan untuk memberitahu pemilik toko tahu bahwa mereka menginginkan makanan dikirim ke rumah mereka. Seiring waktu, demae berkembang menjadi teknik yang bisa dinikmati semua orang dan pengantar makanan cukup menaruhkan makanan mereka pada sepeda khusus antar makanan.

Pelajar SD di Jepang memakai pakaian bebas ketika berangkat ke sekolah. Begitu pula dengan para guru mereka memakai pakaian bebas. Namun, tetap memerhatikan kesopanan dalam berpakaian. Namun, untuk olahraga mereka memiliki pakaian khusus yaitu pakaian olahraga. Selain itu, dalam drama juga ditunjukkan ibu dari Onodera yang masih tetap mengenakan pakaian tradisional kimono.

Pakaian orang mulai berubah di bawah pengaruh zaman dan perkembangan teknologi. Ketika memasuki era peperangan, pakaian yang dinamis menjadi lebih disukai. Dari sini, kosode mulai dipakai tanpa memandang status maupun jenis kelamin. Ketika budaya asing dari Eropa Barat mulai memberi pengaruh, warna baju pun berubah secara signifikan, mengenakan kosode dengan warna mencolok dan bercorak menjadi populer. Pada masa ini, kain lebar, memanjang dan kaku mulai beralih ke kimono modern yang dililitkan pada tubuh.

Tidak sedikit wanita muda usia 20-an yang mengenakan produk bermerek. Tentu saja fesyen ada bermacam-macam, tetapi ternyata banyak pula dari mereka yang memilih fesyen yang lucu dan manis meskipun mereka sudah bekerja. Di kalangan pria, celana pendek dengan panjang sedikit di atas lutut populer ketika musim panas, sedangkan celana panjang banyak dipakai orang yang ramping. Bisa dikatakan bahwa gaya baju rangkap juga merupakan ciri fesyen yang banyak digunakan oleh pria Jepang.

Ngomong-ngomong, budaya membungkuk orang Jepang seperti yang dilakukan ibunya Onodera disebut dengan “Ojigi”. Ojigi dilakukan untuk menunjukkan rasa hormat dan kesopanan terhadap lawan bicara. Sama halnya dengan penggunaan bahasa Jepang yang harus berubah tingkat kesopanannya tergantung lawan bicara, cara melakukan ojigi pun berbeda-beda tergantung objeknya.

Di zaman modern ini, budaya ojigi pun masih dilakukan di Jepang. Ojigi digunakan untuk berterima kasih, memohon sesuatu, memberi selamat, dan meminta maaf. Orang Jepang dari anak-anak hingga orang dewasa harus tahu caranya melakukan ojigi dengan benar untuk dapat bergaul dengan baik dalam masyarakat.

Di Jepang ketika sedang benar-benar memohon, maka pemohon akan berlutut dihadapan orang yang dia mohon. Terutama jika dia ingin sekali permohonannya itu dikabulkan oleh orang yang dia mohon. Biasanya permohonannya merupakan sesuatu yang genting atau harus segera dilakukan atau jika tidak dikabulkan akan berpengaruh terhadap kehidupannya.

Hal itu pun rupanya juga termasuk dalam ojigi. Ojigi dengan cara berlutut merupakan cara membungkuk terakhir yang dilakukan sambil berlutut, yang memiliki arti yang paling dalam dari Ojigi yang lain. Biasanya dilakukan jika kamu memohon diberikan maaf karena telah melakukan kesalahan yang benar-benar fatal. Juga dilakukan sebagai penghormatan kepada raja pada jaman dahulu atau orang yang kamu anggap berstatus sangat-sangat tinggi.

Di Jepang, dua jari kelingking yang bertemu merupakan symbol perjanjian, biasanya dilakukan oleh anak-anak. Sedangkan orang dewasa biasanya tidak melakukannya. Namun dalam drama ini, Onodera masih melakukannya agar janji yang mereka buat benar-benar ditepati dengan baik.

Budaya duduk di Jepang ketika tidak ada bangku maka posisi duduknya seperti seorang sinden jika di Indonesia dengan bantal di bawah kakinya sebagai bantalan. Namun, terkadang juga dapat duduk bersila.

Cara duduk orang Jepang yang pertama tadi disebut dengan Seiza. Seiza merupakan cara formal dan sopan ketika duduk di rumah tradisional Jepang yang berlantaikan tatami. Tatami adalah tikar tradisional Jepang yang terbuat dari tenunan Jerami. Untuk duduk secara seiza, seseorang harus meletakan lututnya di lantai sehingga kaki terlipat kebelakang. Kemudian bokong diistirahatkan di atas kaki. Bagian atas kaki anda harus rata dengan lantai. Cara duduk seperti ini jelas sangat menyakitkan bagi mereka yang tidak terbiasa.

Dalam drama tersebut, tampak para gadis-gadis SD suka berfoto bersama teman atau kakak kelas laki-laki yang tampan lalu memasukkannya ke dalam album tersendiri. Selain itu, terdapat pula budaya menaruh surat cinta di dalam tempat sepatu orang yang disukai maupun menulis surat cinta dengan puisi romansa.

Blog authors

Tegar Rifqiaulian
Tegar Rifqiaulian
Konnichiwa, Tegar desu. Saya suka menulis artikel berkaitan dengan Jepang.

No comments