Ulasan Kotonoha no Niwa, Film Anime Romansa Karya Makoto Shinkai

Kotonoha no Niwa
Kotonoha no Niwa (Twitter.com/miyata383)


Kotonoha no Niwa adalah film anime romansa karya Makoto Shinkai yang dirilis pada 2013. Lagu temannya “Rain” yang dinyanyikan ulang oleh Motohiro Hata, yang populer karena menyanyikan lagu Himawari no Yakusoku yang merupakan lagu tema Stand by Me Doraemon. 

Film ini menceritakan Takao Akizuki yang menyukai hujan dan bertemu dengan Yukari Yukino yang usianya lebih dewasa darinya di Shinjuku Gyoen. Mereka sering bertemu di tempat itu saat hujan turun. Di sana, Akizuki menghabiskan waktunya dengan mendesain sepatu, sementara Yukino memakan cokelat dan minum bir, terkadang mereka memakan bekal bersama hingga hujan mulai reda. Setelah itu, mereka melakukan kegiatan masing-masing. Tanpa sepengetahuan Akizuki, Yukino adalah salah satu guru di sekolahnya yang memendam suatu masalah.

Makoto Shinkai suka menghadirkan kisah cinta yang tidak biasa dalam karya-karyanya. Dalam karyanya kali ini, Akizuki yang masih SMA diceritakan jatuh cinta dengan Yukino meski jarak usianya terpaut cukup jauh. Mungkin dengan melihat realita yang biasa terjadi di Indonesia, hal itu tampak sedikit berlebihan ketika murid menyukai gurunya atau anak muda menyukai seseorang yang selisih usianya cukup jauh. Namun sebenarnya, hal itu merupakan sesuatu yang wajar dalam penceritaan di Jepang bahwa cinta itu tidak terpaut dengan usia. Tidak hanya di karya ini, karya fiksi Jepang lain pun juga ada yang menunjukkan hal yang serupa.

Selain itu, hal yang menarik dalam karya ini adalah penyisipan tanka yang merupakan salah satu jenis puisi Jepang mengingat Yukino merupakan guru sastra Jepang. Mungkin pula tanka tersebut telah menginspirasi karya ini di mana pada awalnya mereka hanya dapat bertemu ketika hujan, namun pada akhirnya walau hujan tidak turun pun mereka dapat bertemu. Tidak berbeda jauh dengan Chihayafuru, penyisipan tanka dalam karya ini tentu saja menambah nilai estetika tersendiri bagi para penikmat budaya Jepang, terlebih beberapa puisi Jepang tidak terlepas dari kehidupan romansa yang tidak terikat oleh waktu dan hingga kini masih dapat dirasakan.

Latar keadaan yang diangkat dalam karya ini didominasi oleh hujan. Mirip dengan Tenki no Ko, hanya saja kuantitas air hujan yang diperlihatkan lebih rendah dengan sinar matahari yang masih dapat dilihat meski menjelang resolusi cerita diperlihatkan keadaan ketika hujan berangin. Diiringi nuansa taman, dengan melihatnya saja bisa merasakan suasana yang tenang di dalam kota yang sibuk seperti Tokyo.

Penggambaran pada film pun terlihat realitis, seperti film-film Makoto Shinkai lain pada umumnya. Bahkan jika disandingkan dengan yang sebenarnya, perbedaannya tidak terlalu jauh. Mungkin dapat dibilang semua digambar sesuai kenyataannya. Hal itulah yang menjadi salah satu keunikan dan ketertarikan karya-karya Makoto Shinkai.

Mengenai durasinya yang tidak terlalu panjang, yaitu hanya sekitar 46 menit, tidak mempengaruhi kualitas film secara keseluruhan bahkan membuat karya ini menjadi terlihat berbobot. Dengan durasi yang cukup, alur yang menyimpang dari cerita dapat dihindari mengingat alur ceritanya hanya berfokus kepada dua karakter utama, yaitu Takao Akizuki dan Yukari Yukino.

Nuansa yang berbeda di balik perkotaan yang sibuk, pertemuan di tengah hujan, murid yang jatuh cinta dengan gurunya yang misterius, kehidupan itu penuh dengan kejutan yang tidak seorang pun dapat menduganya. Selain itu, kehidupan itu tidak terlepas dari masalah maupun rintangan namun kehadiran seseorang yang mencintainya dapat menyelamatkannya dari masalah itu. Begitulah gambaran kehidupan yang tergambar dalam karya ini. Karya yang memperlihatkan bahwa di sana masih ada orang-orang yang bersyukur apabila hujan datang bahkan ingin sekali hujan turun di samping cuaca cerah yang dapat mengubah perasaan seseorang menjadi lebih baik.

Pada akhirnya, secara keseluruhan karya ini adalah karya yang berhasil. Ekspresi yang disampaikan tidak setegas Kimi no Na wa, beberapa disampaikan secara langsung, dan waktu yang tersedia untuk memahami perasaan tidak banyak, meski begitu pesan yang ingin disampaikan dari film tetap tersampaikan. Salah satu film yang langka di mana kita bisa merasakan ketenangan di dalamnya.



Tegar Rifqiaulian

Konnichiwa, Tegar desu. Saya suka menulis artikel berkaitan dengan Jepang.

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال