Ilustrasi pembelajaran daring (Pixabay.com/kreatikar) |
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dalam kehidupan bermasyarakat karena bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemajuan yang ada saat ini, salah satunya berkat perkembangan ilmu pengetahuan. Kemajuan itu dapat dirasakan dengan adanya internet, ponsel pintar, dan sebagainya. Tanpa adanya pendidikan maka pengetahuan dan wawasan seseorang tidak akan bertambah dan ilmu pengetahuan akan sulit berkembang.
Hal tersebut sudah dibuktikan dalam sejarah di mana negara-negara maju yang ada sebagian besar disebabkan oleh kualitas pendidikan yang baik. Mereka dapat berinovasi dan berkreasi karena pendidikan mereka yang mumpuni untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, pendidikan juga bertujuan untuk mendidik seseorang agar tidak keluar dari norma maupun peraturan yang diterapkan di suatu wilayah. Oleh karena itu, seseorang yang berpendidikan tentu akan dapat menjaga diri sendiri, keluarganya, dan lingkungan sekitar. Jika seseorang yang berpendidikan melakukan suatu tindakan buruk, maka ada kemungkinan orang tersebut tidak memiliki pendidikan yang cukup.
Dalam pelaksanaannya, bidang pendidikan tentu saja memiliki tantangan dan rintangan dalam menghadapi dinamika kehidupan, salah satunya pandemi COVID-19. Pandemi COVID-19 merupakan pandemi yang dimulai sejak akhir 2019 dan diakibatkan oleh wabah virus korona yang menyebar luas dengan cepat ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di bidang pendidikan, pandemi COVID-19 mempengaruhi kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di Indonesia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim menjelaskan bahwa prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi COVID-19 adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemi COVID-19.
Keputusan yang diambil Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di antaranya: daerah yang berada di zona oranye dan merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka dan tetap melanjutkan belajar dari rumah, pembatalan ujian nasional, mekanisme PPDB tidak mengumpulkan peserta didik dan orang tua, dan sebagainya. Selain itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT), bantuan subsidi kuota, dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan pandemi COVID-19 tidak membuat masyarakat Indonesia kehilangan akses pendidikan terlebih lagi mengingat program wajib belajar 12 tahun yang sudah lama diupayakan oleh pemerintah.
Hal tersebut menunjukkan adanya dinamika pendidikan selama pandemi COVID-19. Demikian pula dengan Jepang sebagai salah satu negara yang juga terkena dampak dari COVID-19, terlebih lagi setelah terbitnya pedoman normal baru pada 4 Mei 2020.
Dinamika pendidikan di Indonesia selama Pandemi COVID-19
Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat aktivitas yang biasanya dilakukan di sekolah beralih pada penggunaan media pembelajaran yang mendukung terlaksana aktivitas pembelajaran. Beberapa transformasi penggunaan media pembelajaran di antaranya yaitu penggunaan Whatsapp Group untuk diskusi dan penugasan, penggunaan aplikasi Zoom, Google Classroom, WebEx untuk konferensi tatap muka pembelajaran secara daring, dan penggunaan YouTube untuk eksplorasi materi secara visual.
Namun seiring dengan semakin populernya penggunaan platform aplikasi dalam proses pembelajaran pada masa pandemi COVID-19 di Indonesia, keterbatasan atau bahkan kekurangan hakikat dari pendidikan saat pembelajaran daring terjadi. Keterbatasan atau kekurangan tersebut dapat terletak pada hilangnya fungsi pendidikan terkait transfer of morality yang diakibatkan oleh bergesernya bahkan hilangnya proses interaksi yang bersifat langsung antara pendidik dengan peserta didik.
Selain itu, penerapan pembelajaran jarak jauh atau daring turut berdampak pada tidak maksimalnya proses transfer of knowledge. Hal ini terlihat pada penyampaian materi pelajaran yang dipadatkan untuk menghemat waktu dan biaya dalam penggunaan aplikasi. Hal tersebut berakibat pada tidak maksimalnya implementasi pendidikan.
Di sisi lain, bersekolah dari rumah dengan seluruh rangkaian pembelajaran daring menghidupkan kolaborasi penuh orang tua peserta didik. Orang tua menjadi pengganti guru selama belajar di rumah. Orang tua yang sebelumnya lebih mencurahkan waktunya mencari nafkah kembali mengaktifkan peranannya secara total mengawasi anak di rumah. Situasi pandemi COVID-19 setidaknya berdampak pada peranan orang tua dengan berkolaborasi menyelamatkan diri anak sekaligus waktu belajar anak.
Mengenai sistem evaluasi, sistem evaluasi pembelajaran berbasis Ujian Nasional dibatalkan berdasarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020. Dengan demikian, pada tahun 2020 UN tidak menjadi syarat kelulusan peserta didik untuk masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Untuk Ujian Sekolah, kelulusan juga dilakukan penyesuaian sistem evaluasinya dalam bentuk portofolio, nilai rapor, prestasi peserta didik, sistem penugasan, pelaksanaan tes daring, atau asesmen jarak jauh.
Hal-hal yang menjadi kendala dalam penerapan sistem pembelajaran daring di Indonesia, di antaranya: kondisi di mana masih banyak pendidik yang memiliki keterbatasan akses dan pemanfaatan teknologi yang dimiliki, kemandirian belajar peserta didik di rumah tidak dapat sepenuhnya terlaksana dengan baik, tugas dan pekerjaan rumah yang diberikan kepada peserta didik ternyata membebani, tidak semua siswa mempunyai gawai, dan pembelajaran daring terkendala dengan sinyal internet yang tidak stabil dan kuota internet yang mahal.
Lebih jauh permasalahan tentang kualitas atau mutu pendidikan, pemerataan, efisiensi dan efektivitas, serta relevan atau tidaknya sistem pendidikan dan pengimplementasian sistem yang ada menjadi tantangan yang belum terselesaikan. Kondisi geografis Indonesia yang beragam menjadikan peserta didik yang berada di daerah pelosok atau terpencil terkendala akses internet serta harus bersikeras untuk mencari sumber daya pendukung untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan.
Dinamika pendidikan di Jepang selama Pandemi COVID-19
Selama periode penutupan sekolah, meskipun sekolah swasta dengan cepat mengambil langkah untuk memindahkan kursus mereka secara daring, banyak sekolah negeri gagal mengikuti perubahan yang cepat. Penyebabnya berupa kurangnya pelatihan digital staf pengajar, rendahnya akses ke komputer atau tablet di kalangan peserta didik, dan administrasi yang buruk dari situasi oleh lembaga pendidikan. Jepang memiliki persentase guru yang sangat rendah yang memiliki keterampilan yang diperlukan secara substansial untuk mendukung pembelajaran peserta didik melalui penggunaan teknologi digital.
Meskipun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang (MEXT) berencana untuk menyediakan komputer bagi setiap siswa sekolah pada tahun fiskal 2025, pendidikan publik negara itu tampaknya kurang siap untuk menghadapi krisis tingkat COVID-19, dan konsekuensi jangka panjangnya sangat besar. Dr. Kumiko Aoki mencatat bahwa "pembelajaran daring memiliki konotasi politik yang kuat karena Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains dan Teknologi Jepang (MEXT) telah melakukan promosi dalam pengembangan pembelajaran daring di institusi pendidikan tinggi di Jepang sebagai bagian dari e-Japan Initiative sejak 2001".
Pendidikan tinggi di Jepang dengan cepat mulai menyediakan kelas daring. Sebaliknya, sekolah dasar, menengah, dan tinggi terus mengandalkan pengajaran berbasis kertas tradisional selama pandemi COVID-19 tetapi secara bertahap memperkenalkan kelas daring dan pemanfaatan bahan ajar digital. Sebelum pandemi COVID-19, profesor mengajar siswa dari jarak jauh sampai batas tertentu; dengan demikian, praktik terbaik dan model pengajaran sampel pendidikan jarak jauh tersedia dari pengalaman di masa lalu. Dengan demikian, pengenalan pendidikan jarak jauh di universitas dan perguruan tinggi lebih lancar dari yang diharapkan.
Mengenai persepsi pembelajaran jarak jauh siswa dan orang tua mereka, banyak kekhawatiran yang diamati. Kekhawatiran yang paling utama adalah sebagai berikut: apakah siswa dapat mengelola pendidikan mandiri dengan baik; apakah orang tua dapat mengajar anak-anak mereka, siswa sekolah dasar, di rumah sambil bekerja; apakah homeschooling yang tidak mencukupi akan mengakibatkan perkembangan pendidikan yang rendah; apakah (dan bagaimana) anak-anak harus bersosialisasi dengan teman sekelas saat homeschooling; dan apakah siswa memiliki lingkungan internet yang memadai untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.
Menyadari kesulitan anak-anak homeschooling seperti itu, banyak EdTechs telah dikembangkan di Jepang. EdTech tersebut diberikan secara gratis untuk jangka waktu tertentu. Siswa menggunakan laptop dan tablet untuk mengakses materi pendidikan digital dan EdTech. Situasi ini merupakan kesempatan yang baik bagi siswa muda, orang tua, dan guru untuk mencoba EdTechs, dan bagi guru untuk menerapkan kurikulum mereka. Fenomena ini akan mendorong pengembangan dan penggunaan EdTechs lebih lanjut di luar pandemi COVID-19.
Sekitar 98% sekolah di Jepang telah dibuka kembali pada 1 Juni 2020. Dengan perang melawan COVID-19 yang berubah menjadi pertempuran yang berlarut-larut, penting untuk memastikan bahwa siswa aman dari infeksi dan dapat belajar di cara yang sehat dan sehat. Itu berarti mengambil tindakan apa pun yang diperlukan untuk memastikan pembelajaran anak-anak sebanyak mungkin, tanpa ada yang tertinggal.
MEXT bekerja untuk membangun pendekatan kurikuler yang konsisten dan memberikan dukungan keuangan sehingga setiap sekolah memiliki dukungan personel dan materi untuk memastikan pembelajaran yang efektif. Selain itu, MEXT mengambil inisiatif untuk memastikan bahwa peserta ujian tidak dirugikan untuk ujian masuk sekolah menengah dan universitas karena penundaan kelas terkait COVID-19.
Mulai 1 Juli, semua universitas telah memulai kelas musim semi, dan sekitar 90 persen universitas mengadakan kelas pembelajaran jarak jauh dalam beberapa bentuk atau lainnya. Karena penyebaran COVID-19, beberapa siswa menghadapi kesulitan untuk melanjutkan studi mereka di universitas dan institusi lain karena pendapatan rumah tangga yang sangat berkurang serta pendapatan dari pekerjaan paruh waktu yang berkurang. Sebagai tanggapan, MEXT membentuk program bantuan keuangan siswa darurat untuk memberikan bantuan tunai kepada para siswa ini sehingga mereka tidak harus meninggalkan studi mereka. Sekitar 430.000 mahasiswa, termasuk mahasiswa internasional, akan menjadi sasaran program ini.
Perbandingan dinamika pendidikan di Indonesia dan Jepang selama Pandemi COVID-19
Baik Indonesia maupun Jepang mengalami dinamika pendidikan selama pandemi COVID-19. Keduanya memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaan yang terlihat di antaranya adanya ketidaksiapan sekolah dalam menghadapi perubahan menuju pembelajaran daring. Hal ini disebabkan oleh sistem pembelajaran yang sudah melekat selama bertahun-tahun di negara tersebut. Meskipun Jepang merupakan negara yang maju teknologinya, namun tidak dipungkiri dalam pembelajaran belum begitu memanfaatkan teknologi yang ada. Sebaliknya, di Indonesia masih kurang dalam sarana teknologi yang menunjang pembelajaran daring. Selain itu, kedua negara tersebut masih kurang terhadap memberikan pengarahan mengenai teknologi kepada tenaga kependidikan sehingga belum siap menghadapi peralihan seperti ini. Selain itu kendala yang dihadapi memiliki kesamaan mengenai internet yang memadai dan keefektifan pembelajaran daring.
Perbedaan yang terlihat adalah langkah yang diambil oleh pemerintah dalam beradaptasi dengan normal baru. Hal tersebut tentu saja disesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial wilayah masing-masing. Meskipun begitu, pemerintah Indonesia dapat belajar dari Jepang dalam memastikan masyarakatnya mendapatkan pendidikan di tengah pandemi COVID-19 seperti ini. Terlebih lagi, pembelajaran konvensional dan pembelajaran daring memiliki perbedaan yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran aktif di kelas.
Baik Indonesia maupun Jepang mengalami dinamika pendidikan selama pandemi COVID-19. Keduanya memiliki persamaan dan perbedaan. Adapun kendala-kendala dan masalah-masalah yang ada saat ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan pembelajaran dalam pendidikan di masa mendatang.
No comments